Halaman 1 — Japripay dan Madilog di Era Ekonomi Cerdas
Bismillāhirraḥmānirraḥīm.
Pada tahun 1943, ketika Tan Malaka menulis Madilog, ia sedang melakukan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar menyusun buku filsafat. Ia sedang membangun “senjata pembebasan pikiran” — sebuah upaya menggantikan cara berpikir mistik, fatalistik, dan taklid buta yang membuat bangsa terjajah bukan hanya secara politik, tetapi juga secara mental. Bagi Tan Malaka, kemerdekaan sejati hanya mungkin jika rakyatnya mampu berpikir dengan logika, bukan dengan harapan kosong.
Hari ini, delapan dekade kemudian, bentuk penjajahan telah berubah. Tidak lagi berupa senapan, penjara, dan penjajah berseragam; melainkan algoritma, ketergantungan konsumtif, mental ikut-ikutan, dan ekonomi digital yang hanya menguntungkan mereka yang berpikir secara sistematis. Bangsa tidak lagi dijajah oleh kekuatan fisik, tetapi oleh cara berpikir yang pasif dan tidak kritis.
Jika dulu Madilog adalah jalan keluar dari gelapnya kolonialisme pikiran, maka hari ini kita membutuhkan versi digitalnya — sebuah metode yang membebaskan manusia dari ketergantungan ekonomi tanpa logika. Di sinilah Japripay berdiri: bukan sekadar aplikasi pembayaran, bukan sekadar bisnis referral, tetapi ruang penerapan logika Madilog dalam ekonomi modern.
Sebab di era ekonomi cerdas, yang membedakan “penonton digital” dengan “pelaku ekonomi bernilai” bukanlah modal besar, gelar tinggi, atau kekuatan fisik — tetapi cara berpikir. Mereka yang masih berharap “uang datang karena ikut-ikutan” akan tersisih. Mereka yang memahami logika nilai, data, dan jaringan akan memimpin.
Maka pertanyaan besarnya bukan lagi: “Bagaimana cara menghasilkan uang?” tapi: “Bagaimana cara berpikir yang membuat uang datang secara logis?”
Halaman berikut (2/10): “Dari Madilog ke Ekonomi Digital: Evolusi Cara Berpikir Bangsa.”
Kita akan membahas bagaimana logika ilmiah Tan Malaka berubah bentuk menjadi logika nilai dalam ekonomi modern.